Banjir merupakan bencana yang sudah akrab dengan bangsa Indonesia. Bencana
alam tersebut terjadi karena meluapnya air hujan di sungai dan terbatasnya
daerah resapan air. Saat ini, fenomena banjir yang marak terjadi di
berbagai kota besar Indonesia seolah sudah menjadi “makanan tahunan” bagi
masyarakat kota. Sangat sulit sekali menghilangkan banjir karena banyak
faktor, salah satu faktor kunci adalah manusianya sendiri.
Ilustrasi kerajaan Tarumanegara. Tampak banyak bangunanyang memilikik ciri khas Hindu seperti bentuk gapura dan atap rumah. Selain itu ada juga nuansa ke-agrarisan ditunjukkan dengan adanya aliran sungai dan ternak binatang
Berkaitan dengan masalah banjir, tidak ada salahnya kita menengok lumayan
jauh ke belakang. Membaca kembali kisah hebat dari para pendahulu yang
hidup jauh dari teknologi mutakhir saat ini, namun bisa mengatasi masalah
banjir bahkan dapat memanfaatkan bencana tersebut untuk keperluan pertanian
secara baik. Penulis akan mengajak pembaca untuk membuka lembaran kisah
klasik dari abad ke-4 masehi. Kisah yang penulis maksud adalah eksistensi
Tarumanegara, kerajaan bercorak Hindu pertama di tanah Jawa.
Kerajaan Tarumanegara
a.
Sumber sejarah Kerajaan
Sumber utama untuk mempelajari kerajaan Tarumanegara adalah tujuh buah
prasasti yang tersebar dan ditemukan di wilayah Jakarta, Banten, dan Bogor.
Selain itu, catatan dinasti Sui dan dinasti Tang, kronik dari musafir
Tiongkok bernama Fa-Hien, penemuan arca, serta naskah wangsakerta juga
menambah informasi untuk menyusun cerita tentang Tarumanegara.
Adapun ketujuh buah prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara dan isi yang
terkandung di dalamnya antara lain:
1.
Prasasti Tugu
Prasasti tugu. Sebuah batu besar oval. Memiliki pahatan tulisan kuno yang terpatri di batu itu sumber: www.situsbudaya.id
Prasasti Tugu ditemukan di desa Tugu, kawasan Tanjung Priok, Jakarta pada
tahun 1911 oleh orang Belanda bernama Petrus de Roo de la Faille. Prasasti
Tugu ditulis menggunakan huruf Pallawa dan berbahasa Sansekerta. Isi dari
prasasti tersebut sebagai berikut:
” Dulu (sungai yang bernama) Candrabhaga telah digali oleh maharaja
Yang Mulia dan mempunyai lengan kencang dan kuat yakni Purnawarman,
untuk mengalirkannya ke laut. Setelah sungai ini sampai di istana
kerajaan yang termashur. Pada tahun ke-22 dari tahta Yang Mulia Raja
Purnawarman yang berkilau-kilauan karena kepandaian dan
kebijaksanaannya serta panji-panji segala raja, maka beliau
memerintahkan pula menggali sungai yang permai dan berair jernih,
sungai Gomati namanya, setelah sungai itu mengalir di tengah-tengah
kediaman Yang Mulia Sang Pandeta Nene
kda (Purnawarman maksudnya).
Pekerjaan ini dimulai pada hari yang baik, tanggal delapan paroh gelap
bulan Phalguna dan selesai pada tanggal tiga belas paroh terang bulan
Caitra, jadi hanya dalam 21 hari saja pekerjaan itu selesai, sedang
galian itu panjangnya 6.122 tombak ( kurang lebih 11 kilometer).
Selamatan baginya dilakukan oleh brahmana disertai persembahan 1000
ekor sapi.”
(Poerbatjaraka, 1952:9).
Ilustrasi lukisan sungai Gomati. Artinya sungai yang dilewati banyak sapi.
Sumber: aliexpress.com
Dari isi prasasti Tugu, kita bisa menarik kesimpulan bahwa raja Purnawarman
memerintahkan pelebaran dua sungai, yakni Candrabhaga (sekarang bernama
sungai Bekasi) dan Gomati digunakan untuk mengatasi masalah banjir dan
kekeringan. Lelah karena setiap tahun harus berurusan dengan banjir dan
kekeringan akibat kemarau, membuat raja Purnawarman memerintahkan rakyat
Tarumanegara untuk memperlebar dua sungai, yaitu Candrabhaga dan Gomati
agar daya tampung air sungai dapat meningkat tatkala musim hujan tiba.
Kemudian dibuat aliran sungai yang melintasi istana raja Punawarman dan
bermuara ke sawah-sawah penduduk.
2.
Prasasti Ciaruteun
Batunya luar biasa besar ukurannya. Bahkan lebih besar dari manusia dewasa. Ditambah adanya cap kedua kaki yang dipercaya milik raja Purnawarman. Hebat juga si pembuat prasasti Ciaruteun
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Ciaruteun
Sesuai namanya, prasasti Ciaruteun ditemukan pada tahun 1863. Penemuan
prasasti tersebut terletak di lembah sungai Ciaruteun, Bogor. Prasasti
Ciaruteun berbentuk batu raksasa bertulisakan huruf pallawa, berbahasa
sansekerta dan terdapat cap telapak kaki yang dianggap kaki raja
Purnawarman.
Adapun terjemahan isi dari prasasti tersebut yakni:
“Ini (bekas) dua kaki, yang seperti Dewa Wisnu, ialah kaki Yang Mulia
Sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, yang gagah berani di dunia
.”
(Gunawan, 2016:92)
Dari terjemahan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa cap telapak kaki raja
Purnawarman menandakan bahwa sungai Ciaruteun merupakan wilayah kekuasaan
kerajaan Tarumanegara. Selain itu, raja Purnawarman kemungkinan besar
menjadi “loveable king” bagi rakyatnya karena disejajarkan
kemuliannya seperti dewa Wisnu dalam kepercayaan Hindu. Bagaimana bisa telapak kaki yang dipercaya milik raja Purnawarman bisa “ di-press” dan tercetak di batu? Masih menjadi misteri sampai
sekarang.
3.
Prasasti Kebon Kopi / Tapak Gajah
Prasasti Kebon Kopi yang ditemukan di semak-semak perkebunan kopi. Terdapat lagi tanda dua kaki yang dipercaya adalah kaki gajah.
Sumber:COLLECTIE_TROPENMUSEUM_Tapak_gajah,_een_beschreven_steen_met_de_afdruk_van_olifantpoten_in_de_omgeving_van_Buitenzorg_TMnr_60016467
Prasasti Kebon Kopi (Tapak Gajah) ditemukan di daerah kampung Muara Hilir,
Bogor. Awal mula ditemukan prasasti tersebut cukup unik. Pada tahun 1863,
di daerah kampung Muara, Bogor akan dilakukan penebangan hutan untuk
dijadikan perkebunan kopi (mengingat pada saat itu praktek cultuurstelsel dan politik pintu terbuka sedang gencar-gencarnya
di Hindia-Belanda). Ketika sedang dilakukan penebangan, pemilik perkebunan,
yaitu Jonathan Rig, menemukan beberapa buah batu berukuran besar yang
terukir tulisan kuno dan ada telapak kaki mirip gajah. Melalui penemuan tak
terduga oleh Jonathan Rig inilah, kita dapat mengetahui sebagian eksistensi
kerajaan Tarumanegara.
Hal unik dari prasasti Kebon Kopi adalah cap telapak kaki yang “katanya”
merupakan kaki gajah Airawata. Binatang suci tunggangan dewa perang Indra.
Berikut terjemahan isinya:
“Di sini tampak sepasang kaki…..yang seperi Airawata, gajah penguasa
Taruma yang agung dalam….dan(?) kejayaan.”
(Gunawan, 2016:92)
Sekilas kita bisa mengetahui bahwa kemungkinan besar raja Purnawarman
memiliki tunggangan gajah. Hal itu tidak mengherankan karena biasanya
raja-raja dari kerajaan yang bercorak Hindu memiliki satu kendaraan
binatang untuk menunjukkan kharisma dan kewibawaan dihadapan rakyatnya.
Gajah Airawata sendiri merupakan binatang mitos dalam kepercayaan Hindu
yang merupakan kendaraan perang dewa Indra. Jika dikaitkan dengan
eksistensi raja Purnawarman dan peran dewa Indra, kemungkinan besar
prasasti Kebon Kopi menandakan sang raja telah memenangi pertempuran dan
ingin melegalkan wilayah taklukannya dengan cara di-press kan
telapak gajah tunggangannya ke batu besar dan…...jadilah prasasti
Kebon Kopi.
4.
Prasasti Muara Cianten
Prasasti Muara Cianten yang ditemukan di pinggir sungai Cianten.
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Muara_Cianten
Ditemukan oleh N.W Hoepermans pada tahun 1864 di muara sungai Cianten,
Bogor menjadikan prasasti peninggalan kerajaan Tarumanegara tersebut
dinamai sesuai lokasi penemuannya. Prasasti Muara Cianten belum dapat
dibaca dengan jelas karena bentuk tulisannya seperti akar-akaran atau sulur
tanaman. Para ahli bahasa dan huruf kuno kesulitan menerjemahkan isi dari
prasasti Muara Cianten sehingga tulisannya disebut disebut aksara ikal
(Gunawan, 2016:93).
5.
Prasasti Jambu
Prasasti Jambu. Bentuknya batu besar dan segitiga. Isinya mengagumi raja Purnawarman
sumber: cagarbudaya.mendikbud.go.id
Berkat penemuan yang tidak disengaja oleh juragan kebun bernama
Jonathan Rig pada tahun 1854, sumber kerajaan Tarumanegara berhasil
ditemukan. Letaknya di kampung Pasir Gintung. Penamaan prasasti Jambu
berawal ketika Jonathan Rig, pengusaha perkebunan dari Eropa yang memiliki
banyak tanah di Bogor menemukan batu besar di perkebunan jambu miliknya.
Batu besar yang diyakini kuat berasal dari abad ke-5 masehi tersebut
(analisis dari para paleografis) terpahat huruf Pallawa dan berbahasa
Sansekerta dan berbunyi:
“Gagah, mengagumkan dan jujur terhadap tugasnya, adalah pemimpin
manusia yang tiada taranya, Yang termashur Sri Purnawarman namanya,
yang sekali waktu memerintah di Tarumanegara dan yang baju zirahnya
yang terkenal tiada dapat ditembus senjata musuh.
Ini adalah sepasang telapak kakinya, yang senantiasa berhasil
menggempur musuh, hormat kepada para pangeran, tetapi merupakan duri
dalam bagi daging musuh-musuhnya.” (Soemadjo, 1984:40).
Dari terjemahan prasasti Jambu penulis menerka bahwa figur Raja Purnawarman
sangat dihormati, pemberani, lovely king bagi rakyat Tarumanegara,
dan ditakuti oleh musuh-musuhnya.
6.
Prasasti Pasir Awi
Prasasti Pasir Awi. Dua telapak kaki yang dipercaya milik raja Purnawarman. Tapi sekarang ada bolong-bolongnya. Bikin ngilu membayangkannya.
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Prasasti_Pasir_Awi
Prasasti Pasir Awi berasal dari abad ke-5 masehi dan ditemukan oleh N.W
Hoepermans pada tahun 1867 di lereng bukit Pasir Awi yang masuk kawasan
hutan perbukitan Cipamingkis, Bogor. Prasasti Pasir Awi tidak dapat dibaca
karena tidak mengandung tulisan atau aksara, tetapi justru berbentuk dua
telapak kaki yang menghadap arah utara dan timur. Selain itu, di sekitar
telapak kaki tersebut terdapat huruf bergambar (pictograf) seperti
dedaunan, ranting, dan buah-buahan.
Meskipun tidak dapat dibaca, melalui kode-kode bergambar tersebut,
kemungkinan besar wilayah Pasir Awi mendapatkan perlindungan di bawah
kendali kerajaan Tarumanegara dengan adanya simbol telapak kaki yang diduga
kuat milik raja Purnawarman. Selain itu, adanya ukiran dedaunan, ranting,
dan buah-buahan mengindikasikan pertanian dan perkebunan merupakan salah
satu hasil utama dari wilayah Pasir Awi untuk diberikan kepada kerajaan
Tarumanegara.
7.
Prasasti Cidanghiyang
Prasasti Cidanghiyang. Isinya cuma nggombalin raja Purnawarman. Raja Purnawarman dianggap the best bagi rakyat Tarumanegara pokoknya...
Sumber: www.kabar-banten.com
Prasasti Cidanghiyang terletak di kabupaten Lebak, Banten. Pertama kali
prasasti tersebut ditemukan oleh Toebagoes Roesjan di tepi sungai
Cidanghiyang pada tahun 1947. Prasasti Cidanghiyang dipahat dalam huruf
pallawa dan berbahasa pansekerta. Menurut pola tulisannya, prasasti
Cidanghiyang berasal dari masa yang sama dengan prasasti Tugu, yakni abad
ke-5 masehi. Adapun terjemahan dari prasasti Cidanghiyang yaitu :
“
Inilah (tanda) keperwiraan, keagungan, dan keberanian yang sesungguhnya
dari Raja Dunia, Yang Mulia Purnawarman, yang menjadi panji sekalian
raja-raja
” (Gunawan, 2016:94).
Dari manuskrip Cidanghiyang tersebut, secara jelas isinya adalah memuji
kehebatan raja Purnawarman yang gagah berani dan mampu menaklukkan
raja-raja kecil di sekitar wilayah kerajaan Tarumanegara.
b.
Letak dan Wilayah Kekuasaan
Peta wilayah kekuasaan kerajaan Tarumanegara. Daerahnya meliputi Jawa Barat, Jakarta, Banten, dan sebagian Jawa Tengah
Sumber: kakakpintar.com
Berdasarkan letak di temukannya prasasti , kronik dari kekaisaran Cina, dan
makna namanya sendiri, kerajaan Tarumanegara terletak tidak jauh dari
pantai utara Jawa bagian barat. Jika nama “Tarumanegara” dipisah, yakni “ Tarum” berarti nila atau biru, dan “Negara” berarti
kerajaan, maka tidak mengherankan jika letaknya ada di sekitar sungai
Citarum (Gunawan, 2016:90).
Sungai Citarum yang diyakini kuat memiliki peran penting pada masa kerajaan Tarumanegara.
Sumber: jabar.metronews.com
Sedangkan wilayah kekuasaan dari kerajaan Tarumanegara sendiri cukup luas,
yakni mencakup wilayah Jawa Barat terutama bagian utara, kemudian Jakarta,
Banten, dan sebagian Jawa Tengah. Hal itu tidak mengherankan karena di
wilayah Jawa Barat bagian utara banyak sekali aliran-aliran sungai yang
bermuara di pantai Jawa. Wilayah Tarumanegara yang luas untuk ukuran
kerajaan Hindu pertama di pulau Jawa membuktikan bahwa betapa hebatnya
kerajaan yang berjaya di bawah kekuasaan raja Purnawarman tersebut.
c.
Kehidupan Kerajaan
Tarumanegara merupakan kerajaan Hindu pertama dan paling senior di pulau
Jawa. Berbagai bukti sejarah menunjukkan, kerajaan tersebut berdiri sejak
abad ke-4 hingga keruntuhannya pada abad ke-7 masehi. Bagaimana perkembangan
kerajaan yang terletak di tepi sungai Citarum dan Cisadane tersebut?
Berikut akan penulis bagikan perkembangan kerajaan Tarumanegara sesuai
bukti-bukti dan data yang diketahui oleh penulis.
1)
Raja-raja yang Berkuasa
Para raja dari kerajaan Tarumanegara mayoritas pemeluk ajaran Hindu. Mulai
dari sang pendiri kerajaan yaitu Jayasingawarman, kemudian ada Purnawarman
yang sangat terkenal eksistensinya dalam sejarah Tarumanegara hingga raja
Linggawarman sebagai penutup dari kerajaan Hindu pertama di tanah Jawa
tersebut.
Menurut naskah Wangsakerta, founding father dari Tarumanegara
adalah seorang pendeta (maharesi) Hindu yang berasal dari India bernama Jayasingawarman. Ia melarikan diri dari India menuju tanah
Jawa karena daerahnya ditaklukkan oleh kerajaan Magada. Pelariannya dari
India menuju Jawa mengantarkannya sampai di lembah sungai Citarum lalu.
Berangkat dari hal tersebutlah, Jayasingawarman kemudian mendirikan
kerajaan yang diberi nama Tarumanagara (kerajaan yang berada di
pinggir sungai Citarum). Jayasingawarman memerintah dari tahun 358 – 382
masehi. Saat meninggal, iadimakamkan di tepi sungai Gomati. Suksesornya
adalah Dharmayawarman.
Dharmayawarman
(memerintah tahun 382 – 395) adalah raja kedua dari Tarumanegara. Tidak
banyak catatan yang ditinggalkan oleh raja tersebut selain tempat
pemakamannya yakni di tepi sungai Chandrabaga. Informasi tersebut
terabadikan dalam naskah Wangsakerta.
Selanjutnya, ada raja Purnawarman yang merupakan raja
ketiga dan paling terkenal dalam sejarah kerajaan Tarumanegara. Purnawarman
berkuasa dari tahun 395 - 434 masehi. Menurut kitab Wangsakerta dan
berbagai prasasti yang ditemukan, Purnawarman bisa dibilang adalah “ River King”. Julukan yang penulis pribadi sematkan karena sang
raja sangat sering membuat kebijakan untuk mengoptimalkan sungai di wilayah
kerajaannya seperti sungai Gomati, Chandrabagha, Gangga (wilayah Cirebon),
Cupu, dan Cimanuk (id.wikipedia.org/wiki/Purnawarman).
Ilustrasi raja Purnawarman. Tampak gagah, berwibawa, dan tegas auranya
Sumber: wacana.co.id
Pusat kerajaan Tarumanegara pada masa pemerintahannya beribukota di
Sundapura, dimana kelak nama tersebut menjadi entitas suku Sunda di Jawa
Barat. Raja Purnawarman terkenal sebagai raja penakluk yang dicintai
rakyatnya. Terbukti salah satu kebijakannya adalah memimpin armada perang
Tarumanegara menumpas gerombolan bajak laut yang meresahkan perairan di
Ujung Kulon. Para bajak laut yang meresahkan rakyat Tarumanegara berhasil
ditumpas. Hal tersebut membuat pamor Purnawarman semakin baik di mata
rakyatnya. Sehingga ia dijuluki “Harimau Tarumanagara” dan titisan
Dewa Wisnu. Ketika meninggal, Purnawarman mewariskan banyak wilayah yang meliputi
hampir seluruh wilayah Jawa Barat. Ia dimakamkan di tepi sungai Citarum
pada tahun 434 masehi di usianya yang ke-62 tahun.
Raja Purnawarman sedang memberi perintah pendalaman sungai Chandrabagha dan Gomati. Enak ya raja tinggal merintah doang..ya iyalah raja kan bebas
Sumber: belapendidikan.com
Raja terakhir dari Tarumanegara adalah Linggawarman
sebagai raja ke-13 pada tahun 660-670 masehi. Di bawah pemerintahannya,
Linggawarman memikul beban berat karena pamor kerajaan Tarumanegara sudah
sangat menurun. Salah satu langkah “greget” yang dilakukan
Linggawarman yaitu mengganti nama kerajaan Tarumanegara menjadi kerajaan
Sunda pada tahun 670. Kebijakan Linggawarman tersebut membuat banyak
wilayah yang sebelumnya ditaklukan Tarumanegara mulai memisahkan diri.
2)
Kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat Tarumanegara
2.1
Kehidupan Sosial
Masyarakat Tarumanegara terdiri dari pemeluk Hindu, Buddha dan kepercayaan
nenek moyang (animis, dinamis, totemis) berdasarkan berita yang dibawa oleh
musafir Tionghoa bernama Fa-Hien. Mayoritas pemeluk agama Hindu bertempat
tinggal tidak jauh dari lingkungan istana raja. Sedangkan penganut sistem
kepercayaan roh nenek moyang tersebar di daerah pedalaman Jawa Barat. Hal
tersebut wajar karena perkembangan agama Hindu masih dalam tahap awal
sehingga penyebaraanya terkesan lambat.
2.2
Kehidupan Ekonomi
Roda perekonomian kerajaan Tarumanegara cukup stabil. Hal tersebut terbukti
dengan adanya pasar sebagai tempat untuk bertransaksi jual-beli. Kerjasama
perdagangan juga sudah dilakukan dengan para pedagang Tionghoa. Menurut
catatan Fa-Hien, di wilayah Tarumanegara terjadi transaksi perdagangan
bagian-bagian tubuh binatang yang dianggap eksotis dan berkhasiat untuk
obat seperti gading dan cula. Terdapat pula jual beli burung-burung yang
indah bentuknya seperti merak dan Cendrawasih.
Dari gambaran yang dijelaskan oleh Fa-Hien, dapat disimpulkan bahwa
perdagangan Tarumanegara khususnya di bawah kekuasaan Purnawarman keadaanya
ramai dan telah go internasional karena sudah mengadakan kontak
dengan pedagang luar negeri(Tionghoa).
2.3
Kehidupan Budaya
Sebagai kerajaan Hindu pertama di pulau Jawa, kebudayaan masyarakat
Tarumanegara sudah sangat canggih. Tujuh buah prasasti berbahasa sansekerta
dan memakai huruf pallawa serta teknik pemahatannya sudah membuktikan
peradaban Tarumanegara telah mengenal tulisan. Penemuan arca berbentuk dewa
Wisnu juga menambah daftar kekayaan bukti kebudayaan dari kerajaan
Tarumanegara.
3)
Kemunduran
Pada akhir abad ke-7, berita-berita mengenai eksistensi kerajaan
Tarumanegara tidak terdengar lagi baik sumber lokal maupun berita dari para
musafir dari Tiongkok. Ketiadaan berita-berita lagi mengenai Tarumanegara
mengindikasikan bahwa masa-masa kejayaan kerajaan Hindu pertama di pulau
Jawa tersebut sudah berakhir. Hal tersebut diperkuat dengan munculnya
kerajaan Maritim terkuat saat itu di Sumatra, yaitu Sriwijaya pada abad
ke-8 masehi. Pemindahan pusat kekuasaan dan nama kerajaan menjadi Sunda oleh raja
Linggawarman pada tahun 670 juga menguatkan bahwa Tarumanegara memang sudah
meredup.
Kesimpulan
Kerajaan Tarumanegara merupakan kerajaan Hindu pertama di pulau Jawa. Bukti
keberadaan kerajaan tersebut tertuang dalam tujuh buah prasasti dan kronik
dari para musafir Cina. Penguasa yang paling terkenal dan dicintai rakyat
Tarumanegara adalah raja Purnawarman. Ia mampu memanfaatkan bencana banjir
menjadi sesuatu yang sangat bermanfaat, yakni sistem pengairan sawah
sehingga hasil panen yang didapat bisa optimal dan melimpah. Selain itu,
kerajaan Tarumanegara juga cukup baik dalam hal perdagangan.
Sebagai kerajaan Hindu pertama di pulau Jawa, Tarumanegara menjadi pionir
kehidupan masyarakat Jawa beralih dari masa praaksara menjadi sistem
kerajaan dimana semua bidang kehidupan banyak yang berubah.
Sumber:
1. Djoened, Marwati Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1993. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: Balai Pustaka.
2. Hapsari, Ratna. Abdul Syukur. 2008. Eksplorasi Sejarah Indonesia dan Dunia. Jakarta: Erlangga.
3. Poerbatjaraka, R.M.Ng. 1953. Riwayat Indonesia I. Jakarta: Yayasan Pembangunan.
Oleh:
Baihaqi Aditya, S.Pd
Review of Fairway Casino
BalasHapusFairway Casino was one of the first online casinos that began online gaming 메리트카지노총판 back in 2014. A part of the site, Fairway Casino was