Kehidupan manusia selalu berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan itu
terjadi secara bertahap dan membutuhkan proses yang sangat lama. Dari zaman
batu sampai zaman teknologi touchscreen. Dari hidup di dalam gua
hingga menetap di rumah-rumah besar nan mewah. Nah, postingan kali ini akan
membahas zaman dimana segala bentuk peradaban di dunia ini
dimulai. Zaman dimana manusia harus berjuang melawan ganasnya tantangan
alam. Zaman dimana segala peralatan manusia masih sederhana. Zaman itulah yang disebut masa Paleolithikum.
Batu dan tulang, lebih penting daripada wi-fi dan kuota pada saat itu. Tampak seorang manusia praaksara sedang membuat batu
Pola Hidup Zaman Paleolithikum
Sebelum mengenal lebih jauh tentang zaman Paleolithikum, penulis akan
menjabarkan definisi dari “paleolithikum” itu sendiri. Oke, kita
bahas satu persatu. Kata "paleolithikum", jika suku dipenggal dua
suku kata, yakni “paleo” dan “lithos”. Paleo sendiri memiliki makna “tua”,
sedangkan lithos itu “batu”. So…jika diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia berarti zaman batu tua. Artinya segala jenis kebudayaan peninggalan manusia pada saat itu mayoritas terbuat dari batu
kasar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Zaman Paleolithikum berlangsung sangat lama, kurang lebih sekitar 600.000 tahun yang
lalu ( Badrika, 2006:68). Kebudayaan manusianya masih sederhana dan
primitif. Pada zaman ini, kelompok manusia praaksara berjuang
mempertahankan hidupnya dari berbagai ancaman, baik dari alam maupun
makhluk hidup lainnya.
Penemuan-penemuan peneliti telah membuktikan, bahwa zaman Paleolithikum
jenis manusia praaksara yang hidup adalah Meganthropus, Pithecanthropus, dan Homo. Jenis manuisa
Homo di Indonesia yang hidup pada zaman Paleolitikhum adalah Homo Soloensis.
Manusia praaksara pada zaman Paleolithikum dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya mengandalkan apa yang dsiediakan oleh alam. Praktek food gathering merupakan hal wajib dilakukan oleh manusia pada
saat itu.
Ya gimana lagi, kalo gak nguber-nguber hewan buruan gak bisa ngisi
perut dong
. Jelas, pada saat itu praktek berburu binatang dan mengumpulkan
buah-buahan, umbi-umbian, dan binatang kecil (meramu) menjadi kegiatan
utama manusia.
"Itu dia makanan kita hari ini"..mungkin itulah yang sedang manusia praaksara dalam frame gambar itu katakan. Tampak kegiatan berburu dan bekerja sama dipraktekkan pada zaman paleolithikum
Tempat tinggal manusia pada zaman paleolithkum juga masih sederhana. Tidak
ada jendela, tidak ada rumah, apalagi AC, absolutely impossibru.
Mereka tinggal di pinggir sungai, padang rumput, hutan, dan area-area
terbuka lainnya. Jelas ancaman selalu ada. Jika siang hari mereka
kepanasan, malam hari kedinginan, kalo hujan, ya kehujanan lah.
Belum lagi ancaman dari binatang buas dan kelompok manusia praaksara
lainnya. Bayangkan, betapa sengsaranya dan penuh keprihatinan. Paling
“canggih” manusia zaman paleolithikum hidup di dalam gua. Itu paling
canggih lho...
Manusia saat itu juga masih hidup secara nomaden. Artinya tempat
tinggal mereka selalu berpindah-pindah jika kebutuhan di sekitar
lingkungannya habis. Meskipun berpindah-pindah, pola hidup mereka
masih tetap sama. Yakni hidup di pinggiran sungai. Karena sungai merupakan
sumber kehidupan. Air tersedia, tumbuh-tumbuhan pasti ada, binatang? Buannyak..mulai dari ikan, binatang kecil, maupun binatang besar banyak bersliweran.
Siklus hidup manusia praaksara zaman Paleolithikum. Tempat tinggal elit sekelas Meikarta pada saat itu adalah Goa.
Selama mengarungi hidup yang keras dan penuh perjuangan itu, manusia
praaksara dalam memenuhi kebutuhan hidupnya pasti menggunakan alat bantu. Alat-alat itulah yang menjadi ciri khas zaman paleolithikum. Terdapat
dua kebudayaan zaman paleolithikum, yaitu kebudayaan Pacitan dan kebudayaan
Ngandong.
Kebudayaan Pacitan
Pacitan, kota yang terletak di selatan pulau Jawa itu dikenal sebagai kota
seribu gua. Memang benar Pacitan memiliki banyak destinasi wisata gua
disana. Selain gua, di Pacitan juga ditemukan alat-alat yang terbuat dari batu. Pada masa pendudukan Belanda, Orang yang meneliti alat-alat batu dari Pacitan tersebut adalah von
Koenigswald pada tahun 1935. Hasil penemuan von Koenigswald menunjukkan
bahwa batu-batu yang ditemukan di pinggiran sungai Baksoka tersebut
ternyata bukan batu biasa. Diyakini dan sudah terbukti secara ilmiah,
batu-batu temuan Koenigswald merupakan perkakas yang digunakan oleh
manusia pada zaman paleolithikum.
G.H.R. von Koenigswald, ilmuwan asal Belanda yang meneliti manusia praaksara dan benda-benda purba di Indonesia. Dia bukan seorang psikopat. Jangan tertipu dengan tengkorak yang di meja
Kapak perimbas atau kapak genggam yang ditemukan oleh von Koengiswald
Flakes, alat serpih bilah atau pisau batu. Digunakan untuk mengupas buah dan menguliti binatang
How to make a chopper atau cara membuat kapak genggam. Pasti pegel membuat seperti itu. Butuh banyak tenaga dan waktu yang lama
Sungai Baksoka, tempat ditemukannya kebudayaan Pacitan
Batu-batu itu oleh para ahli disebut kapak genggam. Pembuatannya masih
sangat kasar dan belum dihaluskan Cara menggunakan kapak genggam diyakini
dengan cara digenggam dan dipukulkan ke obyek, misalnya binatang buruan.
Selain kapak genggam, juga ditemukan alat penetak atau disebut chopper.
Kebudayaan Ngandong
Kebudayaan Ngandong penulis anggap sebagai bone tool culture. Hal
itu dikarenakan banyak alat-alat terbuat dari tulang maupun tanduk
binatang yang digunakan sebagai perkakas sehari-hari. Seperti tanduk rusa
digunakan sebagai “tombak” untuk berburu
binatang dan menangkap ikan. Selain itu, di daerah Ngandong juga ditemukan
batu-batu kecil yang indah. Batu-batu tersebut dinamakan flakes.
Flakes atau alat serpih bilah diyakini untuk mengupas buah maupun menguliti
binatang buruan.
Hasil alat-alat dari kebudayaan Ngandong. Mayoritas terbuat dari tulang
Lukisan cap telapak tangan di goa Leang Pattae, Sulawesi Selatan
Selain alat-alat dari tulang, Terdapat juga lukisan tapak tangan dan
babirusa berwarna merah yang ditemukan di Goa Leang Pattae (Sulwaesi
Selatan). Lukisan cap telapak tangan diyakini berhubungan dengan hal-hal
mistis, sedangkan babirusa diidentikkan dengan “diary” atau
aktivitas berburu yang dilakukan oleh manusia praaksara.
Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa generasi
zaman sekarang harus tahu dan mengerti bahwa perjuangan manusia pada
zaman batu tua sangat keras dan penuh pengorbanan.
Generasi sekarang dan selanjutnya harus memahami bahwa warisan 600.000
tahun lalu memiliki nilai historis yang sangat penting. Ingat, bahwa
segala fasilitas yang dinikmati saat ini merupakan evolusi dari
masa-masa sebelumnya. Tanpa adanya peradaban di masa lampau, kehidupan sekarang pun juga tidak akan bisa berkembang seperti sekarang.
Jadi bisa dikatakan bahwa zaman paleolithikum merupakan tonggak pertama
kehidupan manusia di muka bumi, khususnya di Indonesia.
Sumber:
Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga.
Oleh:
Baihaqi Aditya, S.Pd
Baihaqi Aditya, S.Pd
Baca Juga:
Berbicara mengenai goa, request dong artikel tentang goa kontilola. Terimakasih author yang baik hati ;)
BalasHapusItu Goa yang ada lukisan aliennya kan? penuh kontroversi mas bahari..hehe
BalasHapusIya benar sekali bung Baihaqi. Saya tertarik tentang hal tersebut.
Hapus