Selasa, 31 Oktober 2017

ZAMAN PALEOLITHIKUM, DIMANA BATU DAN TULANG ADALAH PENYELAMAT HIDUP MANUSIA PRAAKSARA

Kehidupan manusia selalu berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan itu terjadi secara bertahap dan membutuhkan proses yang sangat lama. Dari zaman batu sampai zaman teknologi touchscreen. Dari hidup di dalam gua hingga menetap di rumah-rumah besar nan mewah. Nah, postingan kali ini akan membahas zaman dimana segala bentuk peradaban di dunia ini dimulai. Zaman dimana manusia harus berjuang melawan ganasnya tantangan alam. Zaman dimana segala peralatan manusia masih sederhana. Zaman itulah yang disebut masa Paleolithikum.

Batu dan tulang, lebih penting daripada wi-fi dan kuota pada saat itu. Tampak seorang manusia praaksara sedang membuat batu


Pola Hidup Zaman Paleolithikum
Sebelum mengenal lebih jauh tentang zaman Paleolithikum, penulis akan menjabarkan definisi dari “paleolithikum” itu sendiri. Oke, kita bahas satu persatu. Kata "paleolithikum", jika suku dipenggal dua suku kata, yakni “paleo” dan “lithos”. Paleo sendiri memiliki makna “tua”, sedangkan lithos itu “batu”. So…jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti zaman batu tua. Artinya segala jenis kebudayaan peninggalan manusia pada saat itu mayoritas terbuat dari batu kasar untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Zaman Paleolithikum berlangsung sangat lama, kurang lebih sekitar 600.000 tahun yang lalu ( Badrika, 2006:68). Kebudayaan manusianya masih sederhana dan primitif. Pada zaman ini, kelompok manusia praaksara berjuang mempertahankan hidupnya dari berbagai ancaman, baik dari alam maupun makhluk hidup lainnya.

Penemuan-penemuan peneliti telah membuktikan, bahwa zaman Paleolithikum jenis manusia praaksara yang hidup adalah Meganthropus, Pithecanthropus, dan Homo. Jenis manuisa Homo di Indonesia yang hidup pada zaman Paleolitikhum adalah Homo Soloensis.

Manusia praaksara pada zaman Paleolithikum dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya mengandalkan apa yang dsiediakan oleh alam. Praktek food gathering merupakan hal wajib dilakukan oleh manusia pada saat itu. Ya gimana lagi, kalo gak nguber-nguber hewan buruan gak bisa ngisi perut dong . Jelas, pada saat itu praktek berburu binatang dan mengumpulkan buah-buahan, umbi-umbian, dan binatang kecil (meramu) menjadi kegiatan utama manusia.

"Itu dia makanan kita hari ini"..mungkin itulah yang sedang manusia praaksara dalam frame gambar itu katakan. Tampak kegiatan berburu dan bekerja sama dipraktekkan pada zaman paleolithikum


Tempat tinggal manusia pada zaman paleolithkum juga masih sederhana. Tidak ada jendela, tidak ada rumah, apalagi AC, absolutely impossibru. Mereka tinggal di pinggir sungai, padang rumput, hutan, dan area-area terbuka lainnya. Jelas ancaman selalu ada. Jika siang hari mereka kepanasan, malam hari kedinginan, kalo hujan, ya kehujanan lah. Belum lagi ancaman dari binatang buas dan kelompok manusia praaksara lainnya. Bayangkan, betapa sengsaranya dan penuh keprihatinan. Paling “canggih” manusia zaman paleolithikum hidup di dalam gua. Itu paling canggih lho...

Manusia saat itu juga masih hidup secara nomaden. Artinya tempat tinggal mereka selalu berpindah-pindah jika kebutuhan di sekitar lingkungannya habis. Meskipun berpindah-pindah, pola hidup mereka masih tetap sama. Yakni hidup di pinggiran sungai. Karena sungai merupakan sumber kehidupan. Air tersedia, tumbuh-tumbuhan pasti ada, binatang? Buannyak..mulai dari ikan, binatang kecil, maupun binatang besar banyak bersliweran.

Siklus hidup manusia praaksara zaman Paleolithikum. Tempat tinggal elit sekelas Meikarta pada saat itu adalah Goa.

Selama mengarungi hidup yang keras dan penuh perjuangan itu, manusia praaksara dalam memenuhi kebutuhan hidupnya pasti menggunakan alat bantu. Alat-alat itulah yang menjadi ciri khas zaman paleolithikum. Terdapat dua kebudayaan zaman paleolithikum, yaitu kebudayaan Pacitan dan kebudayaan Ngandong.

Kebudayaan Pacitan
Pacitan, kota yang terletak di selatan pulau Jawa itu dikenal sebagai kota seribu gua. Memang benar Pacitan memiliki banyak destinasi wisata gua disana. Selain gua, di Pacitan juga ditemukan alat-alat yang terbuat dari batu. Pada masa pendudukan Belanda, Orang yang meneliti alat-alat batu dari Pacitan tersebut adalah von Koenigswald pada tahun 1935. Hasil penemuan von Koenigswald menunjukkan bahwa batu-batu yang ditemukan di pinggiran sungai Baksoka tersebut ternyata bukan batu biasa. Diyakini dan sudah terbukti secara ilmiah, batu-batu temuan Koenigswald merupakan perkakas yang digunakan oleh manusia pada zaman paleolithikum.

G.H.R. von Koenigswald, ilmuwan asal Belanda yang meneliti manusia praaksara dan benda-benda purba di Indonesia. Dia bukan seorang psikopat. Jangan tertipu dengan tengkorak yang di meja

Kapak perimbas atau kapak genggam yang ditemukan oleh von Koengiswald

Flakes, alat serpih bilah atau pisau batu. Digunakan untuk mengupas buah dan menguliti binatang

How to make a chopper atau cara membuat kapak genggam. Pasti pegel membuat seperti itu. Butuh banyak tenaga dan waktu yang lama

Sungai Baksoka, tempat ditemukannya kebudayaan Pacitan

Batu-batu itu oleh para ahli disebut kapak genggam. Pembuatannya masih sangat kasar dan belum dihaluskan Cara menggunakan kapak genggam diyakini dengan cara digenggam dan dipukulkan ke obyek, misalnya binatang buruan. Selain kapak genggam, juga ditemukan alat penetak atau disebut chopper.

Kebudayaan Ngandong
Kebudayaan Ngandong penulis anggap sebagai bone tool culture. Hal itu dikarenakan banyak alat-alat terbuat dari tulang maupun tanduk binatang yang digunakan sebagai perkakas sehari-hari. Seperti tanduk rusa digunakan sebagai “tombak” untuk berburu binatang dan menangkap ikan. Selain itu, di daerah Ngandong juga ditemukan batu-batu kecil yang indah. Batu-batu tersebut dinamakan flakes. Flakes atau alat serpih bilah diyakini untuk mengupas buah maupun menguliti binatang buruan.

Hasil alat-alat dari kebudayaan Ngandong. Mayoritas terbuat dari tulang

Lukisan cap telapak tangan di goa Leang Pattae, Sulawesi Selatan

Selain alat-alat dari tulang, Terdapat juga lukisan tapak tangan dan babirusa berwarna merah yang ditemukan di Goa Leang Pattae (Sulwaesi Selatan). Lukisan cap telapak tangan diyakini berhubungan dengan hal-hal mistis, sedangkan babirusa diidentikkan dengan “diary” atau aktivitas berburu yang dilakukan oleh manusia praaksara.

Kesimpulan
Dari pemaparan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa generasi zaman sekarang harus tahu dan mengerti bahwa perjuangan manusia pada zaman batu tua sangat keras dan penuh pengorbanan.

Generasi sekarang dan selanjutnya harus memahami bahwa warisan 600.000 tahun lalu memiliki nilai historis yang sangat penting. Ingat, bahwa segala fasilitas yang dinikmati saat ini merupakan evolusi dari masa-masa sebelumnya. Tanpa adanya peradaban di masa lampau, kehidupan sekarang pun juga tidak akan bisa berkembang seperti sekarang.

Jadi bisa dikatakan bahwa zaman paleolithikum merupakan tonggak pertama kehidupan manusia di muka bumi, khususnya di Indonesia.

Sumber:
Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga.

Oleh:
Baihaqi Aditya, S.Pd

Baca Juga:

3 komentar:

  1. Berbicara mengenai goa, request dong artikel tentang goa kontilola. Terimakasih author yang baik hati ;)

    BalasHapus
  2. Itu Goa yang ada lukisan aliennya kan? penuh kontroversi mas bahari..hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya benar sekali bung Baihaqi. Saya tertarik tentang hal tersebut.

      Hapus