Kerajaan Inggris Raya (Great Britain) adalah imperium besar yang
saat ini masih eksis di dunia. Imperium tersebut beranggotakan empat Negara
independen (Inggris, Skotlandia, Wales, dan Irlandia Utara) yang tunduk dan
setia di bawah kekuasaan tunggal dari seorang raja maupun ratu. Saat ini,
di abad ke-21, Great Britain dengan pemimpinnya yaitu Inggris
merupakan salah satu Negara makmur, besar, maju, dan kaya di dunia.
Berbagai bidang industri berkembang pesat, angkatan lautnya adalah salah
satu yang terbaik di dunia, dan memiliki atmosfer kompetisi sepak bola yang
sangat digandrungi.
Akan tetapi, jika melihat ke belakang, tepatnya pada abad pertengahan,
imperium yang tercatat dalam sejarah sebagai Negara dengan wilayah jajahan
terluas di dunia tersebut ternyata menyimpan berbagai cerita gelap di
kalangan penguasanya. ,Mulai dari kekuasaan dinasti Plantagenet hingga
dinasti Windsor memiliki kisah-kisah tersembunyi yang menarik untuk
dipelajari.
Keadaan masyarakat kerajaan Inggris pada abad ke - 12 masehi. Terlihat ada kegiatan membajak sawah, tidak menggunakan kebo, melainkan kuda.
sumber gambar : www.eyewitnesstohistory.com/medievalengland.htm
Kekerasan, korupsi, dan pengkhianatan silih berganti menerpa
dinasti-dinasti yang berkuasa di Negeri Tiga Singa. Penulis tertarik untuk
membagikan informasi terkait masa gelap dari kerajaan Inggris. Bukan untuk
menyebarkan aib negeri tersebut, akan tetapi sebagai pembelajaran bahwa “ tidak ada gading yang tak retak" di dunia ini. Setiap Negara
pasti memiliki kisah jaya dan cerita kelam agar dapat dijadikan pedoman
(untuk hal-hal yang baik) dan pembelajaran (agar kesalahan di masa lampau
dapat dihindari) bagi generasi sekarang dan yang akan datang.
Raja Henry II dari Inggris (1154-1189), Raja Yang Tidak Dekat Dengan Tuhan
Lukisan diri Raja Henry II dari Inggris.Terlihat berwibawa dengan brewok plus kumis tebal menambah auranya sebagai raja.
sumber lukisan : www.historyhit.com/1154-crowning-one-englands-greatest-kings-henry-ii
Dinasti Plantagenet menguasai kerajaan Inggris saat seorang anak laki-laki
yang menginjak usia 21 tahun naik tahta pada tahun 1154 masehi. Ia adalah
Henry Plantagenet atau terkenal dengan nama Raja Henry II. Ia tercatat
dalam sejarah sebagai raja yang pemarah dan ditakuti karena keegoisannya
dalam memutuskan suatu perkara. Pada akhirnya, Sikap tersebut mencerminkan
bahwa Henry II bukan sosok pemimpin yang baik bagi kerajaan Inggris
sehingga membawa malapetakan bagi keluarganya.
Raja Henry II dijuluki “curtmantle” oleh rakyatnya sendiri.
Julukan tersebut bukan suatu pujian melainkan sebuah hinaan. Mengapa rakyat
Inggris menjuluki Raja mereka dengan hina seperti itu? Jawaban terletak
pada kebiasaan sang raja yang jarang memperhatikan penampilan dirinya. Raja
Henry II kerap muncul di rapat-rapat yang diselenggarakan dewan istana
dalam keadaan kotor setelah aktifitas berkudanya. Selain itu, ia juga
dikenal bukan penguasa yang taat beragama. Hal itu dibuktikan dalam catatan
bahwa Henry II jarang mengikuti kegiatan peribadatan di gereja. Sekalipun
di gereja, sang raja tidak mendengarkan khotbah dari pendeta. Dirinya
justru mengobrol dengan pegawai istana maupun melakukan hal-hal konyol yang
tidak ada hubungannya dengan aktivitas gereja (Natali, 2018:3).
Henry II menikahi bangsawan Perancis yang cantik, kaya, dan cerdas bernama
Eleanor, seorang marquess of Aquitaine pada tahun 1152 masehi
untuk mendampinginya memerintah Inggris raya. Eleanor sendiri merupakan
bangsawan wanita kelas atas (marquess) dari Perancis yang
menguasai wilayah Aquitaine. Saat menikah dengan Raja Henry II, usia mereka terpaut sepuluh tahun dimana
saat itu sang raja masih berusia 19 tahun sementara Ratu Eleanor sudah
berusia 29 tahun. Sebelum menikah dengan Henry II, sang ratu merupakan
mantan permaisuri Raja Perancis, Louis VII.
Lukisan diri ratu Eleanor of Aquitaine. Meskipun menjadi First Lady-nya Inggris saat itu karena married dengan raja Henry II, namun kehidupan rumah tangganya bisa dikatakan tidak bahagia.
sumber lukisan: anewlady.com/2018 03 26/eleanor-of-aquitaine-duchess-queen-england-france-medieval-middle-ages
Meskipun memiliki paras yang menawan, akan tetapi, ratu Eleanor memiliki
sifat keras, pencemburu, dan tegas. Antara dirinya dan Henry II sering
bertengkar hebat karena masalah selir (istri-istri simpanan raja). Ia tidak
ragu untuk memarahi Henry II ketika jatuh hati pada selir istana bernama
Rosamund Clifford. Akan tetapi, dibalik wataknya yang keras, Eleanor mampu memberikan Henry II
keturunan yaitu empat orang pangeran. Mereka adalah Henry, Richard,
Geoffrey, dan John.
Thomas Becket, Ketika Kawan Dijadikan Lawan
Pada saat Raja Henry II dinobatkan sebagai raja untuk mengatur kerajaan
Inggris, ia menunjuk sahabat karibnya yang bernama Thomas Becket untuk
menjadi Menteri Utama Inggris pada tahun 1154. Delapan tahun berselang,
sifat raja Henry II yang sebenarnya semakin terungkap. Sang raja mencopot
Thomas Becket dari jabatan sebagai menteri utama untuk ditempatkan sebagai
uskup agung Canterbury.
Berubahnya status Thomas Becket dari posisi menteri utama Inggris menjadi
uskup agung Canterbury pada tahun 1162 tidak lepas dari urusan politik.
Sang raja berdalih bahwa Becket adalah orang taat beragama sehingga harus
ditempatkan di jabatan yang berhubungan dengan Tuhan. Akan tetapi, langkah
yang dilakukan raja Henry II merupakan siasat untuk menguntungkan dirinya
sendiri.
Pada saat itu, kerajaan Inggris mayoritas rakyatnya masih merupakan
penganut Katolik, termasuk Henry II. Otomatis, sebagai kerajaan berbasis
agama Katolik, Inggris tunduk dibawah Paus sebagai pimpinan tertinggi umat.
Penunjukkan Thomas Becket sebagai Uskup Agung Canterbury sebenarnya
dimaksudkan agar Raja Henry II dapat berlindung dari segala tuntutan Paus
kepada kerajaan Inggris pada saat itu. Henry II berpendapat “
ah...yang jadi perwakilan Paus di Inggris kan teman baik gue
sendiri..gak mungkinlah teman mau menyusahkan teman, apalagi status
teman itu adalah rajanya sendiri….
” Tapi ternyata dugaan Henry II keliru. Thomas Becket justru sangat
profesional sebagai uskup. Ia tidak bertindak kolusi sekalipun rajanya
sendiri bersalah dan menyimpang dari ajaran Tuhan.
Perkiraan yang meleset membuat sang raja geram dan mulai membenci sahabat
karibnya tersebut. Puncak perseteruan terjadi ketika sang raja Inggris
menobatkan putra sulungnya yang saat itu masih berusia delapan tahun, yaitu
Pangeran Henry sebagai “young king”. Penobatan pangeran Henry
sebagai raja muda dimaksudkan agar mengamankan tahta berdasarkan garis
keturunan agar tidak direbut oleh musuh-musuhnya kelak.
Akan tetapi, Thomas Becket, sebagai uskup utama di Inggris tidak menyetujui
penobatan tersebut. Becket berpendapat yang dilakukan oleh raja Henry II
adalah tindakan ilegal karena sang penguasa melakukan upacara penobatan
tanpa persetujuan Paus terlebih dahulu. Penolakan yang dilakukan Thomas
Becket semakin membuat Henry II muak dan marah. Ia mengirimkan keempat kingsguard pilihannya untuk menghukum Becket dengan tuduhan
penghinaan dan pengkhianatan kepada tahta Inggris.
Meninggalnya Thomas Becket dan Lunturnya Kepercayaan Rakyat Terhadap
Henry II
Kebencian Raja Henry II terhadap mantan sahabatnya itu sudah
memuncak. Sang penguasa kerajaan Inggris lantas mengirim keempat kingsguard-nya untuk mengeksekusi Thomas Becket. Peristiwa
memilukan tersebut terjadi pada tanggal 29 Desember 1170 masehi. Setelah
menerima perintah dari raja, berangkatlah keempat ksatria pilihan tersebut
menuju katedral Canterbury, tempat Becket tinggal dan melakukan ibadah.
Keempat kingsguard yang terdiri dari William de Tracey, Richard de
Breton, Hugh Moreville, dan Reginald Fitz Urse langsung menyeret keluar
Thomas Becket dari gerejanya. Jelas saja Becket tidak dapat melawan. Thomas
Becket merupakan orang sipil sedangkan kuartet ksatria raja Henry II sudah
berpengalaman dalam pertempuran.
Diseretnya Thomas Becket keluar dari gereja membuat orang-orang di
sekitarnya dan para pengurus gereja berteriak histeris, tetapi tidak mampu
melakukan apapun. Menyadari hidupnya di dunia ini tidak lama lagi, membuat
Becket terus berdoa memohon ampun kepada Tuhan yang ia percayai. Sembari
menundukkan kepala dan berlutut, salah satu ksatria tanpa basa basi
langsung mengayunkan pedangnya ke kepala Thomas Becket, Alhasil orang suci
tersebut langsung tewas seketika (Natali, 2018:6).
Lukisan yang menceritakan detik-detik akhir hidup Thomas Becket, mantan sahabatnya Henry II.
sumber: www.britannica.com/biography/Saint-Thomas-Becket
Meniggalnya Thomas Becket yang menjabat sebagai uksup agung Inggris karena
perbuatan Henry II, membuat rakyat Inggris marah dan mulai membenci rajanya
sendiri. Disinilah awal mula karma bagi sang tiran terjadi. Sementara,
untuk mengenang jasa Thomas Becket yang gigih berjuang di jalan kebenaran,
ia diangkat sebagai saint atau santo (kalau di Indonesia setara
dengan gelar walisongo). Jasadnya sendiri disemayamkan di Katedral Canterbury, Inggris.
Dikhianati Oleh Anak-Anaknya dan Akhir Kisah Hidup yang Mengenaskan
Saat tragedi pengeksekusian Thomas Becket oleh para ksatria raja, posisi
Henry II sedang melakukan kuker (kunjungan kerja) ke
Irlandia. Mengetahui bahwa Thomas Becket sudah meninggal dan banyak orang
yang mulai membenci dirinya, membuat Henry II sengaja menetap di Irlandia
dan tidak kembali ke Inggris selama setahun. Sementara keempat ksatria yang
telah mengeksekusi Becket dihukum dengan larangan memasuki gereja dan diwajibkan untuk terus berpuasa.
Tahun 1171, raja Henry II kembali ke Inggris dengan harapan rakyat sudah
melupakan kematian Thomas Becket sehingga dirinya bisa bebas memerintah.
Namun dugaan Henry II keliru. Memori kolektif rakyat terkait buruknya
kepemimpinan dan sikap jahat dari sang raja tidak bisa dihapus begitu saja.
Satu persatu tuntutan terhadap raja Henry II mulai dilaksanakan.
Diantaranya larangan raja untuk memasuki gereja, tanah kekuasaannya di
Perancis tidak dilindungi lagi, harus melakukan Walking Stonement,
dicambuk 80 kali dengan ranting kayu hingga kulitnya berdarah-darah, dan
diharuskan tidur di samping makam Thomas Becket. Henry II tak ubahnya kriminal dibandingkan raja.
Greget juga orang-orang Inggris saat itu. Mereka berani mecuti rajanya sendiri. Mau bagaimana lagi, memang Henry II yang mencari masalah dulu. Kena cambuk dah untuk nebus kesalahan berat yang ia buat....
sumber: spartacus-educational.com/MEDhenryII htm
Usai melakukan “penebusan dosa”, penderitaan raja Henry II tidak berakhir
begitu saja. Ia harus mendapati kenyataan bahwa keempat putranya mulai
memberontak terhadap dirinya. Konflik ayah-anak itu terjadi tahun 1171.
Ketidakpuasan ketiga pangeran dikarenakan permintaan mereka terkait
pembagian hasil bumi untuk wilayah-wilayah yang diberikan oleh Henry II
tidak dipenuhi. Kecewa dengan keputusan ayahnya itu, membuat pangeran Henry
(putra sulung Henry II), Richard, dan Geoffrey mulai membentuk pasukan
pemberontak. Mereka bertiga mengajak para baron (gelar Inggris
untuk menyebut ksatria yang memiliki tanah luas) yang tidak suka terhadap
Henry II untuk bergabung dalam gerakan tiga pangeran itu. Tidak cukup hanya
mengandalkan kekuatan dari para baron, ketiganya mengambil langkah greget, yaitu bekerjasama dengan Raja Louis VII dari Perancis,
yang tidak lain adalah mantan suami ibu mereka.
Murka terhadap tindakan sembrono dan kurang ajar dari para
penerusnya sendiri, membuat Henry II mengerahkan kekuatan militer
terbaiknya dan membasmi pemberontakan yang dilancarkan Henry, Richard, dan
Geoffrey. Percobaan pemberontakan yang terjadi pada tahun 1173 tersebut gagal total, akan tetapi sang raja masih
menunjukkan belas kasih sebagai seorang ayah dengan mengampuni perbuatan
ketiga putranya.
Sepuluh tahun pasca pemberontakan yang dilancarkan ketiga pangeran mengalami gagal,
kabar duka melanda pihak kerajaan Inggris. Tahun 1183, Pangeran Henry
(putra sulung Henry II) meninggal akibat disentri, penyakit yang
sangat ditakuti rakyat Britania Raya pada saat itu. Tiga tahun berselang,
putra ketiga raja, yaitu Pangeran Geoffrey juga ikut menyusul kakak
sulungnya dikarenakan dalam jouist (turnamen di Inggris yang
sering melibatkan para ksatria berkuda dalam adu tombak) ia tertusuk tombak dalam partisipasinya di event tersebut.
Jouist, pertunjukan bergengsi yang biasanya diadakan oleh kerajaan-kerajaan Eropa di abad pertengahan. Kedua ksatria berkuda saling beradu tombak hingga salah satunya terjatuh. Resiko terbesar dari partisipan yaitu semakin memperbesar peluang kembali ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Sumber : en.wikipedia.org/wiki/FileThe_Joust,_Eglinton_Tournament.jpg
Hanya tersisa dua pangeran yang masih hidup, yaitu Richard (putra kedua)
dan John (putra bungsu). Apes bagi sang raja, kedua putranya yang
masih tersisa itu justru berencana memberontak kembali terhadapnya karena
terhasut bujuk rayu raja Phillip II dari Perancis. Sejak dulu, hubungan
antara Britania Raya dengan Perancis tidak baik sehingga wajar jika raja
Phillip II ingin menyerang raja Henry II, terlebih kedua pangeran negeri
Tiga Singa sudah memberikan dukungan kepadanya.
Maka, seperti sudah menjadi suratan takdir, pada 4 Juli tahun 1189,
kekuatan gabungan Phillip II dari Perancis, Prince Richard of Aquataine, dan Prince Geoffrey Lord of Ireland melancarkan serangan besar-besaran
ke Inggris. Hasil dari pertempuran yang tidak
seimbang itu membuat Henry II terpaksa mengakui kekalahan dan
tunduk pada permintaan raja Perancis. Keadaan semakin
menyedihkan bagi dirinya karena di ujung senja usia, ia merasakan
penghinaan luar biasa, dikhianati oleh garis keturunan sendiri, dan berbagai
penyakit yang mulai menggerogoti kesehatannya.
Biara Fontevraud Abbey yang terletak di kota Chinon menjadi tempat peristirahatan terakhir Henry II.
Sumber : www.francethisway/complacesfontevraudabbey.php
Bagian dalam biara Fontevraud Abbey. Tepat di tengah ruangan terdapat jasad Henry II dimakamkan disebelah istri tercinta yang pernah disakitinya, ratu Eleanor of Aquitaine. Meskipun pada masa keduanya hidup penuh cekcok, akan tetapi, pada ending-nya sumpah married mereka pada bagian " in jow and sorrow" terpenuhi.
sumber foto: www.agefotostock.com/age/en/Stock-Images slash Rights-Managed
Tanggal 9 Juli 1189, lima hari pasca penaklukan dirinya, raja Henry II
merasa sudah habis kontraknya di dunia. Namun sebelum ia menutup mata untuk
selama-lamanya, raja mengutuk pengkhianatan anak-anaknya sendiri yang
“menjual” kerajaan kepada musuh bebuyutan. Jasad sang raja dimakamkan pada biara Fontevraud Abbey yang terletak di kota Chinon, Perancis.
Kesimpulan
Figur Raja Henry II (1133 - 1189) dari Dinasti Plantagenet menurut penulis cukup unik. Dinobatkan menjadi raja pada usia yang masih muda, yakni 21 tahun, membuat jiwa Henry II menggebu-gebu akan "kesempurnaan hidup yang ia jalani." Sang raja menerapkan slogan "Kingdom is mine", yang berarti sebagai seorang penguasa, Henry II menggunakan kekuasaan tak terbatasnya secara maksimal. Bertindak semau gue dengan memilih tidak menjadi sosok religius, menggadaikan kesetiaan Ratu Eleanor yang merupakan permaisurinya sendiri, hingga memvonis mati secara kejam kepada Thomas Becket dikarenakan sakit hati.
Akan tetapi, dibalik perangainya yang seperti tidak mencerminkan sosok loveable king bagi rakyat, Henry II masih bijak berperan sebagai figur ayah yang baik bagi anak-anaknya, sebelum dikhianati lagi pada tahun 1189. Sifat pemaafnya muncul, ketika pada tahun 1173 pemberontakan ketiga darah dagingnya sendiri (Pangeran Henry, Geoffrey, dan Richard) ia gagalkan. Harusnya sebagai seorang raja, Henry II bisa saja mengambil keputusan untuk menjatuhkan hukuman sangat berat kepada putra-putranya karena perbuatan makar dan tidak setia mereka, akan tetapi the protector of Great Britain pada waktu itu justru memutuskan untuk memaafkan perbuatan ketiganya. Akan tetapi, akhir hidupnya tidak indah karena harus melalui masa-masa suram yang diakhiri dengan sumpah serapah terhadap anak-anaknya akibat pemberontakan yang dilancarkan kedua kalinya.
Well, pada akhirnya Henry II selamanya akan tercatat sebagai salah satu penguasa kerajaan Britania Raya pada abad pertengahan. Terkait dengan apa yang ia dapatkan di akhir masa hidupnya adalah hasil dari perbuatannya sendiri selama berkuasa.
"You pick what you sow and plant".
Sumber:
Natali, Dian. 2018. Kerajaan Inggris : Sebuah Catatan Kelam.
Yogyakarta : Sociality.
Oleh:
Baihaqi Aditya, S,Pd.
wah menarik sejarah Raja Henry II, karma tidak akan kemana.. Raja tak selamanya terhormat, ada kalanya tirani..
BalasHapusklik WM PROPERTI BALI untuk info tentang properti dan pemborong, pengawas proyek di Bali