Zaman batu di Indonesia merupakan masa dimana peradaban nenek
moyang bumi Nusantara mulai membentuk peradabannya. Zaman batu sendiri
memiliki berbagai tingkatan. Tingkat paling awal adalah masa Paleolithikum, kemudian disusul Mesolithikum, dan yang
paling canggih adalah Neolithikum. Pada postingan kali ini, penulis akan
memberikan informasi tentang masa tercanggih pada zaman batu, yaitu Neolithikum…
Siklus hidup manusia zaman Neolithikum. Sudah bisa angon-angon binatang dan nandur tanaman
Revolusi Berbagai Bidang Kehidupan
Kehidupan masyarakat praaksara pada zaman Neolithikum mengalami
perkembangan yang sangat pesat dari zaman sebelumnya.
Zaman ini diyakini terjadi di Indonesia antara 12.000-3000 tahun sebelum masehi. Setidaknya terdapat lima aspek kehidupan yang berubah sejak manusia memasuki zaman Neolithikum, antara lain:
Zaman ini diyakini terjadi di Indonesia antara 12.000-3000 tahun sebelum masehi. Setidaknya terdapat lima aspek kehidupan yang berubah sejak manusia memasuki zaman Neolithikum, antara lain:
Aspek Tempat Tinggal
, Apabila pada zaman Paleolithikum manusia masih berpindah-pindah tempat tinggalnya, hal tersebut berubah ketika memasuki neolithikum. Tempat tinggal manusia sudah menetap
atau sedenter. Manusia mulai bergotong royong membangun rumah-rumah
panggung sederhana sebagai tempat tinggal. Pemilihan dibukanya pemukiman atau perkampungan yang ditinggali manusia biasanya tidak jauh dari sumber air. Selain itu, dipilihnya suatu wilayah untuk dijadikan pemukiman juga biasanya dekat dengan lahan pertanian. Menetapnya masyarakat di suatu tempat membuat ide-ide keluar dan menghasilkan berbagai kebudayaan. Baik kebudayaan
benda maupun non-benda.
Aspek Pekerjaan dan Sosial
, Zaman neolithikum menjadi penanda beralihnya “manusia pemburu” menjadi
manusia “pembuat”. Artinya “time to say goodbye” pada corak hidup food gathering, serta katakan “welcome” untuk food producing. Ya..pada zaman neolithikum manusianya sudah
mengandalkan kegiatan bercocok tanam dan beternak. Tetapi bukan berarti
kegiatan berburu dan mengumpulkan makanan hilang 100 persen.
Kegiatan hunting binatang masih dilakukan di waktu luang, untuk menambah menu konsumsi pada saat itu. Pembagian kerja juga sudah dilakukan. Terdapat perbedaan yang jelas terkait tugas dari anggota masyarakat berdasarkan gender. Laki-laki memiliki tugas menggemburkan tanah, menanam benih tanaman, menggembalakan ternak, membuat peralatan, bergotong-royong membuat tempat tinggal, berburu, dan melindungi anggota kelompok. Sementara, wanita biasanya dibebani untuk memanen tanaman, merawat anak, membuat perhiasan, dan membuat peralatan yang digunakan untuk menyimpan perhiasan.
Kegiatan hunting binatang masih dilakukan di waktu luang, untuk menambah menu konsumsi pada saat itu. Pembagian kerja juga sudah dilakukan. Terdapat perbedaan yang jelas terkait tugas dari anggota masyarakat berdasarkan gender. Laki-laki memiliki tugas menggemburkan tanah, menanam benih tanaman, menggembalakan ternak, membuat peralatan, bergotong-royong membuat tempat tinggal, berburu, dan melindungi anggota kelompok. Sementara, wanita biasanya dibebani untuk memanen tanaman, merawat anak, membuat perhiasan, dan membuat peralatan yang digunakan untuk menyimpan perhiasan.
Ilustrasi kegiatan pada zaman neolithikum, yang laki-laki menggarap tanah sawah secara tradisional dan kaum wanita memanen tanaman pokok, kemungkinan besar itu yang dipanen kalo gak padi ya gandum. Gak mungkin pisang
Aspek ekonomi,
Masyarakat zaman neolithikum melakukan berbagai kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
semakin berkembang. Mereka sudah mengenal praktek barter atau tukar
menukar barang dengan barang. Praktek tersebut dilakukan antar kelompok yang tempat tinggalnya berbeda karena letak geografis. Misal,
masyarakat yang tinggal di pesisir pantai, mereka memiliki stok untuk hasil laut, tetapi membutuhkan produk dari pegunungan seperti sayur,
ternak, dan buah-buahan. Begitu juga dengan masyarakat pegunungan, mereka
membutuhkan hasil laut untuk mencukupi kebutuhan konsumsi kelompoknya. Lama
kelamaan, terjadi relasi antar kelompok masyarakat satu dengan lainnya. Semakin lama, praktek barter menjadi ramai dan digunakan oleh banyak orang untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Kemudian, antar kelompok
masyarakat menyetujui dibuatkan tempat khusus bertemunya para penukar barang. Hal itulah yang akan memicu tumbuhnya pasar, tempat
bertemunya calon pembeli dan penjual.
Aspek kepercayaan
, Menetapnya tempat tinggal membuat manusia zaman neolithikum mampu
menciptakan ide-ide yang dapat menunjang kebutuhan rohaninya. Mereka mulai menganut sistem kepercayaan roh nenek moyang seperti animisme
(kepercayaan bahwa setiap benda memiliki roh atau dihuni oleh roh),
dinamisme (kepercayaan bahwa benda memiliki kekuatan gaib), dan totemisme
(kepercayaan untuk mengagungkan dan menyucikan makhluk lain selain manusia,
biasanya binatang). Efek dari kepercayaan-kepercayaan yang dianut oleh manusia mampu menghasilkan berbagai bentuk kebudayaan yang berkaitan dengan kepercayaan yang
dianutnya. Maka tidak heran bahwa zaman neolithikum juga melahirkan zaman
Megalithikum.
Alat kebudayaan
, Alat-alat dari zaman neolithikum sudah mengalami upgrade-an
yang pesat. Dari yang memiliki penampang kasar kemudian berubah menjadi halus dan sempurna. Bahkan alat-alat dari zaman neolithikum
menjadi inspirasi di masa-masa
mendatang. Selain itu, manusia pendukung zaman neolithikum juga sudah mampu berpikir
tentang estetika dan keindahan. Hal ini dibuktikan dengan penemuan perkakas yang terbuat dari batu-batu indah. Selain itu, perhiasan yang
terbuat dari batu juga sudah mulai digunakan.
Kebudayaan Kapak Persegi dan Kapak Lonjong, Dua Bentuk yang Berbeda
Tetapi Memiliki Ciri Khas yang Sama
Kebudayaan Kapak Persegi diteliti oleh ilmuwan asal Belanda
yang bernama van Heine Heldern. Pemberian nama “kapak persegi” dikarenakan penampang dari alat-alat yang terbuat dari batu tersebut memiliki bentuk yang identik dengan persegi panjang dan trapesium.
Om Heine Heldern, berkat jasanya, kita bisa mengetahui kehidupan zaman neolithikum di Indonesia
Diyakini, bahan dasar untuk membuat kapak persegi adalah batu kalsedon yang
sudah dihaluskan. Tempat-tempat pembuatan kapak persegi di Indonesia berada di selatan Gunung Ijen, Jawa Timur (Badrika, 2006:73).
Penggunaannya sudah meamaki tangkai atau gagang kayu. Fungsi kapak persegi
antara lain untuk mencangkul tanah dan menebang pohon. Penyebaran
kapak persegi di Indonesia mayoritas ditemukan di Indonesia bagian barat,
seperti Sumatra dan Jawa.
Ini dia cikal bakal cangkul. Namanya kapak lonjong. Fungsinya sebagai alat pemotong dan membajak tanah pada zaman neolithiikum
Peta persebaran ditemukannya kapak persegi dan kapak lonjong. Indonesia bagian barat banyak yang kotak-kotak sedangkan wilayah timur mayoritas bulet-bulet
Kapak lonjong, yaitu alat yang terbuat dari dari batu kali maupun batu nefrit yang
sudah dihaluskan. Penamaan kapak lonjong disesuaikan dengan penampangnya yang berbentuk lonjong. Kapak lonjong biasanya digunakan untuk keperluan upacara
adat.
Kapak lonjong memiliki berbagai variasi ukuran, yang besar disebut walzenbeil dan yang lebih kecil diberi nama kleibeil.
Tempat penemuan kapak lonjong mayoritas berada di Indonesia bagian timur
seperti kepulauan Tanimbar, Seram, dan Papua.
Kapak lonjong bertangkai. Fungsinya dapat digunakan untuk menenbang kayu. Kemungkinan besar kapak lonjong menjadi cikal bakal dari kampak zaman now
Kesimpulan
Zaman Neolithikum merupakan masa dimana manusia praaksara pada saat itu
sudah memiliki tingkat kecanggihan yang luar biasa dalam hidupnya. Dari
yang hidupnya berpindah-pindah menjadi menetap, berburu dan mengumpulkan
makanan berubah memproduksi makanan (menanam dan memanen),mengenal sistem barter, mampu membuat
benda-benda untuk keperluan kepercayaan, dan berevolusinya alat-alat yang
belum halus menjadi sangat halus.
Zaman Neolithikum, selain menjadi zaman tercanggih untuk kehidupan
menggunakan batu, juga menjadi penanda masuknya zaman logam. Jika tidak ada
zaman neolithikum, manusia akan sangat sulit untuk berkembang ke arah yang
peradaban yang lebih baik.
Sumber:
Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga
Sumber:
Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah Untuk SMA/MA Kelas X. Jakarta: Erlangga
Oleh:
Baihaqi Aditya, S.Pd
Tidak ada komentar:
Posting Komentar