Senin, 27 November 2017

ZAMAN MEGALITHIKUM, MAHAKARYA MANUSIA PRAAKSARA UNTUK MEMENUHI KEBUTUHAN SPIRITUALNYA

Sebagai warga Negara Indonesia, kita (saya, anda, pembaca) harus bangga dengan masa lampau yang ditorehkan oleh nenek moyang. Warisannya begitu luar biasa yang berisi informasi-informasi penting sehingga generasi kita di abad milenial mampu mengetahui bagaimana kehidupan puluhan ribu tahun lalu. Presiden pertama Republik Indonesia, Soekarno dalam pidatonya pernah mengatakan bahwa Jangan sekali-kali melupakan sejarah...

Ilustrasi kehidupan zaman megalithikum. Tanpa tulisan, masyarakat pada saat itu sudah mampu membuat bangunan besar dari batu. Sungguh menakjubkan


Salah satu mahakarya nenek moyang bangsa Indonesia pada masa praaksara yaitu mampu membuat benda-benda berukuran besar yang digunakan untuk keperluan kepercayaan. Padahal saat itu, kehidupannya belum mengenal tulisan, tapi sudah mampu membuat benda-benda berukuran raksasa, sungguh menakjubkan. Zaman yang penulis maksud dari kalimat diatas disebut Megalithikum Era

Megalithikum, Bukti Manusia Praaksara Percaya Pada Hal Gaib
Zaman Megalithikum (Mega: Besar; Lithos: Batu) merupakan masa dimana manusia praaksara sudah mampu membuat bangunan-bangunan besar yang terbuat dari batu. Melalui bangunan-bangunan yang dibuat itulah, masyarakat praaksara mampu menyalurkan kebutuhan spiritualnya.

Kapan manusia praaksara mampu membuat bangunan-bangunan besar tersebut? jawaban yang pasti ketika mereka telah mengenal sistem bercocok tanam dan bertempat tinggal menetap, yaitu sekitar 2000-1500 Sebelum Masehi (Gunawan, Restu 2016:49). Masa Bercocok tanam membuat masyarakat praaksara sudah memiliki struktur hidup bermasyarakat.

Melalui hidup yang sudah sedenter (menetap), manusia memiliki banyak waktu luang untuk menyalurkan ide-idenya sembari menunggu masa panen tanaman. Salah satu ide-ide tersebut menyangkut bagaimana cara menghormati orang yang telah meninggal dan memuja "roh-roh" di sekitar tempat tinggal mereka saat itu.

Indonesia memiliki tujuh jenis bangunan zaman Megalithikum yang tersebar di berbagai wilayah. Ketujuh bangunan tersebut antara lain: menhir, dolmen, sarkofagus, kubur batu, waruga, punden brundak-undak, dan arca.

a. Menhir
Menhir merupakan bangunan berupa tugu batu besar berbentuk lonjong dan panjang. Berasal dari Ancient English, yaitu Maen =Batu; Hir=Panjang. Menhir biasanya didirikan sendirian (monolith) maupun berkelompok di tempat tinggi daripada pemukiman yang dihuni masyarakat manusia praaksara.

Kompleks menhir yang ditemukan di Toraja. Batu macam gini pada zaman megalithikum memiliki fungsi dan pengaruh luar biasa

Fungsi dari menhir saat itu sebagai media pemujaan kepada roh nenek moyang. Ide terbentuknya menhir berasal dari keyakinan bahwa orang yang telah meninggal kadang menanmpakkan diri di sekitar pemukiman penduduk, dengan kata lain bergentayangan. Roh orang yang "jalan-jalan" tersebut kemudian menghilang di dekat batu besar. Mulai dari hal tersebutlah muncul keyakinan bahwa ternyata "roh" orang yang telah meninggal menghuni batu besar…dan dari situlah muncul konsep pembuatan menhir. Orang yang telah meninggal dianggap masih sering bersliweran di sekitar masyarakat praaksara dan dipercaya bisa dimintai tolong apabila rohnya dipuja.

b. Dolmen

Dolmen atau meja batu tempat meletakkan sesaji kepada roh nenek moyang. Ditemukan di Situs Cipari, Kuningan, Jawa Barat

Meja. Ya…dolmen merupakan bangunan Megalithikum berbentuk meja yang terbuat dari batu. Ditopang oleh tiang-tiang batu dan di atasnya diberi penampang. Penampang inilah yang digunakan untuk meletakkan sesaji. Pemberian sesaji dimaksudkan agar roh nenek moyang merestui kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat saat itu. Jika dilihat fungsinya, pemberian sesaji seperti sedekah bumi. Yaitu pengungkapan rasa syukur akan panen yang melimpah.

Dolmen gak hanya ditemukan di Indonesia. Dolmen raksasa ini berada di Negara Irlandia. Hmm.. kalo lagi hujan deras bisa dipake buat tempat berteduh sepertinya

Dolmen tidak hanya ditemukan di Indonesia, di belahan bumi lainnya seperti Negara Irlandia dan Inggris juga ditemukan dolmen dengan ukuran yang luar biasa besarnya. Sementara penemuan dolmen di Indonesia ditemukan di daerah Sumbawa dan Lampung Barat.

c. Sarkofagus
Tahu peti mati? Tempat yang digunakan untuk menyimpan jenazah? Nah, sarkofagus adalah bentuk purba dari peti mati. Sarkofagus terbuat dari batu tunggal yang tengahnya diberi rongga untuk meletakkan jenazah orang meninggal kemudian diberi penutup di atasnya.

Sarkofagus, peti mati jaman stone. Biasanya disertakan juga bekal kubur yang dipercaya masyarakat praaksara akan mempermudah perjalanan orang  meninggal ke alam baka

Kata "sarkofagus" berasal dari bahasa Yunani, sarx berarti daging dan phagein adalah memakan. Hal itu seolah-olah menggambarkan orang yang telah meninggal "dimakan" oleh sarkofagus. Bila peti mati dikuburkan di dalam tanah, sarkofagus dipercaya hanya diletakkan di atas permukaan tanah. Pulau Bali merupakan wilayah di Indonesia yang banyak ditemukan sarkofagus sampai saat ini.

d. Kubur Batu
Sesuai dengan namanya, kubur batu merupakan tempat meletakkan jenazah orang yang telah meninggal. Bentuknya hampir mirip dengan sarkofagus, akan tetapi sisi-sisinnya terbuat dari batu yang lebih tipis dan ditutup dengan penutup. Setelah itu, peti dikuburkan di dalam tanah. Cara penguburan itulah yang membedakan dengan sarkofagus.

Kubur batu yang ditemukan di Bojonegoro, hampir sama seperti sarkofagus, tapi yang ini lebih bermodel minimalis

Biasanya dalam proses pemakaman disertai pula bekal kubur yang dipercaya akan memudahkan perjalanan orang meninggal ke alam barzah. Provinsi Sumatera Selatan dan Jawa Timur merupakan dua wilayah yang banyak ditemukan bangunan kubur batu di Indonesia.

e. Waruga
Waruga merupakan unique tomb. Makam praaksara tersebut berbentuk kubus dan penutupnya berbentuk trapesium atau segitiga. Kubus tersebut di tengahnya sudah diberi ruangan untuk meletakkan jenazah. Hah? Meletakkan jenazah di dalam kubus? Iya..pembaca tidak salah membaca. Jenazah yang dimasukkan ke dalam kubus posisinya tertekuk. Jadi lutut mencium wajah. Kemudian setelah jenazah berhasil dimasukkan, ditutup dengan atap yang berbentuk segitiga. Waruga merupakan bangunan megalithikum khas daerah Minahasa, Sulawesi Utara.

Kompleks waruga di Minahasa, hmm.. penulis tidak bisa membayangkan bagaimana jenazah yang meninggal dimasukkan ke dalam kubus itu dengan kondisi tertekuk

Bahkan praktek penguburan menggunakan waruga masih dilakukan sampai tahun 1870 sebelum pemerintah Kolonial Belanda melarangnya. Alasan pelarangan karena sistem penguburan menggunakan waruga membawa wabah penyakit disentri dan kolera. Lalu apa hubungannya dengan waruga? Jelas ada..penyebaran kedua penyakit mematikan tersebut terjadi melalui celah kecil rongga-rongga waruga. Ditambah lagi, waruga diletakkan di atas permukaan tanah dan dibuat berkelompok. Meskipun begitu, waruga merupakan salah satu bukti bahwa nenek moyang dulu sudah mengetahui cara memperlakukan orang yang sudah meninggal.

f. Punden berundak-undak
Para pembaca pasti sudah tahu ikon bangunan dari Indonesia, yaitu Candi Borobudur yang merupakan peninggalan kerajaan Mataram Kuno. Nah, Candi Borobudur memiliki bentuk yang bertingkat-tingkat untuk bisa sampai ke puncaknya. Begitu juga dengan "pendahulunya" Candi Borobudur, yaitu punden berundak-undak.

Punden berundak-undak yang ditemukan di Jawa Barat. Seperti embrio dari candi-candi yang ada di jaman sekarang.
 Punden Berundak-Undak memiliki filosofi hidup dimana orang yang telah meninggal dianggap menempati posisi puncak.

Punden Berundak-undak merupakan bangunan megalithikum yang dibuat bertingkat-tingkat dari batu. Biasanya Punden berada di perbukitan. Pada puncak bangunan terdapat menhir untuk dipuja. Hal ini mencerminkan bahwa orang yang telah meninggal sudah menempati tingkatan paling tinggi dan suci (puncak punden berundak-undak) daripada yang masih hidup. Wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur merupakan dua spot yang banyak ditemukan situs Punden Berundak-undak di Indonesia.

g. Arca
Arca adalah bangunan terbuat dari batu yang biasanya dibentuk figur binatang dan manusia. Figur yang dibuat tersebut biasanya dianggap suci, hebat, dan pantas diabadikan pada kelompok masyarakat tersebut. Sementara binatang yang dibuat arca di Indonesia biasanya kera, harimau, gajah, kerbau dan sapi.

Arca yang memperlihatkan kombinasi manusia dan binatang yang dianggap suci. Terlihat gajah sedang "menggendong" manusia. Belalainya gak kelihatan lagi karena sudah terkikis oleh waktu.

Sedangkan figur manusia biasanya adalah kepala suku atau orang yang dianggap berjasa di kelompok tersebut. Arca banyak ditemukan di daerah Sumatera Selatan dan Jawa Tengah.

Kesimpulan
Nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal bagaimana memperlakukan orang meninggal dan memuja roh melalui bangunan-bangunan megalithikum. Pesan moral yang bisa diperoleh dari mempelajari warisan zaman Megalithikum adalah hidup hanya sebentar. Semua makhluk hidup termasuk manusia pasti akan menemui yang namanya kematian. Oleh karena itu, kesempatan hidup sebaiknya dimanfaatkan dengan hal-hal yang baik dan bermanfaat bagi orang lain. Niscaya, jika menjalani hidup dengan melakukan hal-hal baik, pintu rezeki, hubungan sosial dengan orang lain, dan kenyamanan hati akan didapatkan. Serta yang paling penting adalah menjadi bekal utama jika kelak akan berhadapan dengan Yang Maha Kuasa untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan semasa masih hidup.
 
Sumber:
Restu, Gunawan.2013. Sejarah Indonesia SMA/MA/SM/MAK Kelas X. Jakarta: Kemendikbud.

Oleh:
Baihaqi Aditya, S,Pd.

2 komentar: