Pada awal abad ke-16, orang-orang berkebangsaan Belanda yang berprofesi
sebagai penjelajah dan pedagang melakukan tour ke dunia timur untuk mencari rempah-rempah. Salah satu target para penjelajah
Belanda ialah kepulauan Nusantara yang terkenal dengan “surganya
rempah-rempah”. Tapi pada postingan kali ini, penulis tidak akan membahas
penjelajahan Belanda ke Indonesia yang banyak dibahas di
buku-buku sejarah Indonesia. Pembahasan kali ini terkait dengan kisah
pelayaran bangsa Belanda menemukan tetangga Indonesia di bagian
selatan, yaitu Australia.
Bendera Australia dan Belanda
Penjajah Yang Pernah Juga Dijajah
Runtuhnya dominasi gereja yang hampir 12 abad menguasai kehidupan
masyarakat di Eropa, membawa angin segar bagi ilmu pengetahuan untuk
berkembang. Berkembangnya ilmu pengetahuan, revolusi besar-besaran pada berbagai bidang kehidupan, dan reformasi gereja berakibat pada keingintahuan
bangsa barat untuk menjelajahi seluruh kawasan di dunia ini.
Penjelajahan tersebut membawa banyak kepentingan seperti ekonomi, politik, dan perluasan wilayah. Salah satu bangsa
Barat yang ikut berkecimpung dalam kegiatan pelayaran samudera adalah
Belanda. Negara yang sangat kita kenal eksistensinya di bumi Nusantara di masa lampau.
Akan tetapi, tahukah pembaca bahwa Belanda yang “katanya” menjajah
Indonesia selama"350" tahun itu ternyata juga bekas jajahan Negara lain.
Ya..Indonesia itu pernah dijajah Belanda yang ternyata Belanda sendiri juga
merupakan bekas jajahan Spanyol. Ngenes? iya….memang itulah
kenyataan dalam fakta sejarah.
Sebelum tahun 1648, Belanda merupakan wilayah koloni dari
Spanyol. Belanda dapat merdeka setelah delapan puluh tahun
berusaha membebaskan diri dari cengkeraman Spanyol yang saat itu dipimpin
oleh Raja Philip II. Perang kemerdekaan Belanda melawan Spanyol dinamakan
Perang Delapan Puluh Tahun (1568-1648). Sebab meletusnya Perang tersebut dikarenakan ketidakmauan mayoritas rakyat Belanda yang berpaham
reformis untuk selalu sendiko dhawuh di hadapan Raja Spanyol.
Ilustrasi perang 80 tahun atau perang kemerdekaan Belanda. Tampak seperti terjadi sedang gencatan senjata antara tentara Belanda dan Spanyol
Lalu, mengapa Belanda berani dan mampu menantang kerajaan Spanyol yang
notabene adalah “Negara induknya”? Jawabannya terletak di tangan para
pelaut dan pedagang Belanda yang menjadi saudagar kaya
berkat perdagangan rempah-rempah. Mereka memiliki jiwa nasionalisme yang
tinggi agar bangsanya (Belanda) mampu berjuang memperoleh kemerdekaan.
Banyak pedagang Belanda yang tinggal di Lisbon, ibukota Portugal
untuk membeli rempah-rempah dari Maluku, lalu menjualnya ke seluruh Eropa.
Kegiatan yang menguntungkan dari perdagangan rempah-rempah tersebut menyebabkan Belanda mampu memperkuat armada laut dan angkatan bersenjatanya
sehingga berani menantang Spanyol selama 80 tahun perang bergejolak (Siboro,
1989:15).
Selama berlangsungnya perang antara Spanyol dan Belanda, Negara Portugal
berada di bawah kekuasaan Raja Spanyol. Hal tersebut membuat Raja Phillip (Felipe) II mengeluarkan perintah agar pelabuhan Lisbon ditutup untuk
kapal-kapal Belanda. Hal tersebut bertujuan agar Belanda tidak mampu membiayai
perangnya melawan Spanyol karena sumber utamanya yaitu perdagangan
rempah-rempah melalui Lisbon telah ditutup. Namun, yang terjadi malah
sebaliknya. Penutupan pelabuhan Lisbon membuat bangsa Belanda bertekad
langsung mendapatkan rempah-rempah dari sumbernya, yaitu Nusantara.
Ini dia sosok Raja Philip (Felipe) II yang membuat rakyat Belanda gak betah di bawah kekuasaan Spanyol lalu meletuslah Perang 80 tahun
Bless in disguise
, mungkin itulah pepatah yang tepat bagi Belanda. Ketika pelabuhan utama
sebagai sumber pemasok rempah-rempah ditutup, para pedagang Belanda tidak
kehilangan akal, mereka malah berpikiran langsung kulakan saja ke
tempat penghasil rempah-rempahnya. Lalu muncullah orang-orang terkenal
seperti Cornelis de Houtman dan Jan van Linschoten.
Lalu apa yang terjadi dengan perang 80 tahun itu sendiri? Raja Philip II kelabakan karena hasil perang ternyata memunculkan pihak Belanda sebagai pemenang dan memperoleh kemerdekaannya dari Spanyol.
Lalu apa yang terjadi dengan perang 80 tahun itu sendiri? Raja Philip II kelabakan karena hasil perang ternyata memunculkan pihak Belanda sebagai pemenang dan memperoleh kemerdekaannya dari Spanyol.
Penjelajah-penjelalah Tangguh de Oranje Dalam Menemukan Terra Australis Incognita
Replika kapal Duyfken, kapal Belanda pertama yang digunakan untuk menemukan benua Australia
Belanda, yang saat itu diwakili Vereeniging Oost Indsiche atau VOC memiliki
kekuasaan di Tanah Jawa dan Maluku, mulai berhasrat lagi untuk mencari
tanah koloni baru agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Menurut
Scott (1943), Kapal Belanda yang pertama kali berangkat dari Jawa untuk
menemukan benua Australia bernama Duyfken. Kapal penjelajah tersebut dikomandoi William Jansz. Pada tahun 1606, Duyfken berlayar dengan cara
memotong selat Torres yang memisahkan Papua dan Australia. William Jansz dan awak kapalnya berhasil mencapai pantai barat York yang terletak di
Australia bagian barat.
Akan tetapi, persediaan ransum makanan yang menipis dan tewasnya sembilan awak kapal karena diserang oleh suku Aborigin membuat Jansz memutar Duyfken kembali untuk kembali ke Hindia-Belanda (sebutan Indonesia selam masa kolonialisasi) untuk melaporkan hasil temuannya. Nah, William Jansz dan awak kapalnya inilah orang-orang Eropa pertama yang pernah melihat dan menginjakkan kakinya di tanah Selatan tersebut (Siboro, 1989:16).
Akan tetapi, persediaan ransum makanan yang menipis dan tewasnya sembilan awak kapal karena diserang oleh suku Aborigin membuat Jansz memutar Duyfken kembali untuk kembali ke Hindia-Belanda (sebutan Indonesia selam masa kolonialisasi) untuk melaporkan hasil temuannya. Nah, William Jansz dan awak kapalnya inilah orang-orang Eropa pertama yang pernah melihat dan menginjakkan kakinya di tanah Selatan tersebut (Siboro, 1989:16).
William Jansz, penjelajah Belanda pertama yang diberi misi untuk menemukan Benua Australia. Tua-tua gini dia masih bisa memimpin awak kapalnya menaklukkan samudera Hindia
Lima tahun pasca pelayaran William Jansz, Belanda kembali
mengirimkan ekspedisi penjelajahannya di bawah komando Hendrik Brouwer pada
tahun 1611. Brouwer menemukan rute baru mencapai Pulau Jawa, yakni dari
Tanjung Harapan di Afrika Selatan lalu berlayar terus ke arah timur tanpa
singgah di India. Setelah berlayar kurang lebih 3000 mil, baru kapal
memutar haluan ke arah utara menuju pulau Jawa. Rute baru temuan Brouwer
ini memakan waktu lebih pendek daripada rute yang harus singgah dulu ke
India. Sejak penemuan jalur yang lebih pendek ini, pimpinan VOC
menginstruksikan kapal-kapal Belanda yang akan ke Jawa harus menggunakan Brouwer Voyage Route.
Hendrik Brouwer, mbah-mbah dari Belanda yang menemukan rute menuju pulau Jawa lebih cepat
Jika dikaitkan dengan peta Samudera Hindia dan rute pelayaran Brouwer,
dapat diprediksi bahwa para pelaut Belanda secara sengaja maupun tidak
sengaja sering melihat daratan Australia bagian barat bahkan tidak mustahil
mereka akan singgah terlebih dahulu di lepas pantai barat Australia sebelum
melanjutkan ke Jawa.
Perhatikan garis titik-titik merah.. Terdapat rute baru yang ditemukan oleh mbah Brouwer. Padahal sedikit lagi ia menemukan Australia..
Setelah pelayaran yang dilakukan oleh Brouwer, Belanda mengirim kembali
ekspedisi untuk membuktikan eksistensi Australia. Kali ini, seorang kapten
dan navigator ulung, Dirk Hartog dipercaya pemerintah Belanda menggunakan
kapal Eendracht. Mengikuti rute pelayaran Brouwer, akhirnya Dirk Hartog
berhasil mencapai pantai barat Australia dan mendarat di pulau-pulau kecil
yang saat ini dikenal dengan nama “Hartog’s Islands”. Di Pulau tersebut,
Hartog menegakkan sebuah tiang dan meninggalkan sebuah piring yang
dipakukan pada tiang tersebut (Siboro, 1989:17).
Eendracht, kapal penjelalah Belanda yang digunakan untuk menemukan Benua Australia
Pada piring yang ditinggalkan Hartog di pulau tersebut, terdapat
serangkaian kata-kata yang berbunyi: “Pada tanggal 25 Oktober 1616, kapal
Eendracht di bawah pimpinan Dirk Hartog dari Amsterdam telah sampai di
tempat ini, dan berlayar lagi menuju Banten pada tanggal 27 di bulan yang
sama” (Scott, 1943:19). Sekarang, piring yang menjadi catatan tertua orang
Eropa melakukan kontak ke benua Australia tersebut disimpan di Museum
Nasional Amsterdam. Hartog sendiri menamai Australia dengan nama Het Land van de Eendracht atau tanah yang telah dicapai oleh kapal Eendracht.
Ketika Dirk Hartog "menancapkan" tanda bahwa ia dan awak kapalnya berhasil menginjakkan kaki di daratan Australia. Kenapa harus piring saja? kenapa tidak ditambahi sendok dan garpu? kan mayan itu bisa buka warung Londo pertama di Australia. Pelanggannya berpotensi suku Aborigin.
Keberhasilan Dirk Hartog mencapai pantai barat Australia, menggugah hasrat
pelaut-pelaut Belanda lainnya untuk mengunjungi “Benua Kangguru” tersebut. Muncullah nama Abel Tasman sebagai pelaut terkenal berikutnya yang berusaha menaklukkan ganasnya Samudera Hindia. Abel Tasman dalam pelayaran untuk
mengunjungi Australia kembali menemukan pulau baru di bagian selatan benua
tersebut. Pulau yang ia temukan dinamai Van Diemen’s Land (Tasmania
sekarang ini) sebagai bentuk penghormatannya kepada gubernur VOC saat itu,
Anthony van Diemen.
Namun, nasib apes menimpa Abel Tasman. Bermaksud kembali berlayar ke utara, kapalnya malah terkena badai sehingga terdampar di Selandia Baru. Tanah Selandia Baru menjadi memori buruk bagi Tasman, ia dan anak buahnya diserang oleh suku Maori. Setelah lolos dari serangan suku Maori, Abel Tasman kembali ke Batavia (Jakarta).
Namun, nasib apes menimpa Abel Tasman. Bermaksud kembali berlayar ke utara, kapalnya malah terkena badai sehingga terdampar di Selandia Baru. Tanah Selandia Baru menjadi memori buruk bagi Tasman, ia dan anak buahnya diserang oleh suku Maori. Setelah lolos dari serangan suku Maori, Abel Tasman kembali ke Batavia (Jakarta).
Abel Tasman, pelaut asal Belanda yang berhasil menemukan pulau Tasmania dan Selandia Baru. Kumisnya seperti bajak laut di film Pirates of Caribbean
Kapal Abel Tasman ketika mendarat di Selandia Baru. Sayang nasibnya apes, bukannya disambut tarian selamat datang dari suku Maori, justru malah dikejar-kejar dengan panah dan tombak. Untung saja masih bisa kembali ke Hindia Belanda
Nih, tanah yang ditemukan oleh Abel Tasman, alam Selandia baru yang hijau dan subur. Surga bagi yang bercita-cita angon wedhus, kebo, dan sapi
Landscape Kota Wellington, ibukota Selandia Baru. Mbah Abel Tasman pasti bangga di alam sana melihat tanah temuannya menjadi negara yang makmur dan maju
Setelah pelayaran Abel Tasman, para pelaut Belanda menamai benua Australia
dengan nama New Holland. Kesan para pelaut Belanda terhadap New Holland yaitu tanah yang gersang, kering, dan tidak recommended untuk dijadikan koloni baru. Memang benar, Australia
bagian barat sebagian besar bertopografi gurun pasir, tandus, kering, dan
iklimnya panas. Andai saja para pelaut Belanda mendaratkan kapalnya di
lepas pantai bagian timur Australia, pasti cerita sejarah akan berbeda
lagi. Tapi ya mau bagaimana lagi, itu mungkin memang nasib Belanda agar
tidak menambah koloni baru lagi.
Pada akhirnya, pelaut-pelaut Belanda berhasil menemukan benua Australia
bagian barat, sebagian utara, dan sebagian selatan meskipun mereka tidak
tertarik untuk menjadikannya daerah koloni. Tetapi, bagi ilmu pengetahuan,
penemuan sebagian Australia oleh orang-orang Belanda membuka sedikit demi
sedikit “ tanah yang dianggap mitos di bagian selatan dunia” tersebut.
Sumber:
1. Scott, Ernest. 1943. A Short History of Australia. London: Oxford University Press.
2. Siboro, Julius. 1989. Sejarah Australia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Oleh:
Baihaqi Aditya, S,Pd.
Baihaqi Aditya, S,Pd.
Jika belanda memiliki koloni di australia mungkin konsentrasi koloni di indonesia akan berkurang
BalasHapus